4. Simo Hayha
Simo Hayha hanyalah seorang petani dan
pemburu yang telah melewati masa wajib militer 1 tahunnya. Ketika Uni
Soviet menyerang Finlandia di tahun 1939, dia memutuskan untuk membantu
kampung halamannya. Karena area perperangan kebanyakan di dalam hutan,
Hayha menentukan taktik terbaik adalah dengan bersembunyi di pepohonan
ditemani sepucuk senapan dan beberapa kaleng makanan.
“The White Death”, nama yang diberikan
oleh tentara Russia ketika mengetahui puluhan pasukan mereka tewas oleh
hanya seseorang dengan pakaian kamuflase putih dan sepucuk senapan.
Kecemasan mulai melanda pasukan Russia dan misi-misi pun dijalankan
hanya untuk membunuh seorang penembak jauh misterius.
Ketika pasukan khusus yang dikirim
Russia untuk menghabisi Hayha semua tewas, Russia mengumpulkan sebuah
tim counter-snipers untuk mengimbangi kemapanan Hayha dalam menembak
jauh. Namun tidak ada satu pun dari mereka yang selamat dari bidikannya.
Dalam masa 100 hari, Hayha membunuh 542 prajurit dengan senapannya. 150
lainnya dia habisi dengan SMG. Total kill-countnya mencapai 705 orang.
Pada akhirnya, tidak ada satupun
prajurit Russia yang berani mendekati area-area dimana Hayha
diperkirakan bersembunyi. Tentara Russia kemudian melaksanakan
carpet-bombing di area-area yang diperkirakan sebagai tempat Hayha
bersembunyi. Namun Hayha berhasil selamat dari taktik carpet-bombing
Russia yang dilancarkan hanya untuk dirinya seorang.
Tanggal 6 Maret 1940, seseorang yang
beruntung berhasil menembak Hayha di kepala dengan peluru peledak.
Ketika ditemukan dan dibawa kembali ke markas, setengah dari kepala
Hayha telah hancur. The White Death telah berhasil dihentikan …….
…… untuk seminggu. Hayha kembali siuman
pada tanggal 13 Maret 1940, hari dimana perang berakhir. Hayha kemudian
melewati masa-masa tuanya sebagai pemburu dan peternak anjing setelah
perang dunia kedua berakhir.
Simo “White Death” Hayha Vs Rambo
Hayha menghabisi ratusan prajurit
Russia dengan hanya latihan militer tingkat dasar dari masa 1 tahun
wajib militernya. Dan dia melakukan semuanya di suhu minus 40 derajat,
ditemani sepucuk senapan.
3. Yogendra Singh Yadrav
Yogendra Singh Yadav adalah anggota
dari batalyon grenadier India di masa perang dengan Pakistan di tahun
1999. Misi mereka waktu itu adalah menghancurkan 3 bunker musuh yang ada
di puncak “Tiger Hill/Bukit Harimau” (sebuah gunung yang sangat besar)
Sialnya, ini berarti mereka harus
mendaki ratusan kaki permukaan tebing yang ditutupi es dengan susah
payah tanpa tali. Mereka menentukan untuk mengirim sesorang mendaki
dahulu dan memasangkan tali pendukung supaya semua anggota bisa memanjat
dengan bantuan tali yang telah dipasangkan oleh pemanjat pertama. Yadav
menawarkan diri menjadi pendaki pertama.
Dalam perjalanan mereka menuju puncak,
musuh di gunung yang berdekatan menembaki mereka dengan RPG (bazoka) dan
assault rifles (senapan serbu). Serangan ini menewaskan komandan dan
setengah dari pasukan Yadav, meninggalkan sisa pasukan tercerai berai.
Yadav, meski tertembak 3 kali terus melanjutkan pendakiannya.
Ketika dia mencapai puncak, salah satu
bunker musuh menembakinya dengan senapan-senapan mesin. Yadav berlari ke
arah datangnya hujan peluru, melempar granat ke jendela bunker dan
membunuh semua yang ada di dalam. Pada saat ini, bunker kedua sudah
mulai menembakinya. Yadav melakukan hal yang sama, berlari ke arah
datangnya peluru-peluru dan membunuh 4 orang di dalam bunker dengan
tangan kosong. Sementara itu sisa pasukan Yadav menjatuhkan bunker
ketiga dengan sedikit masalah.
Untuk keberaniannya, Yadav diberi gelar
“Param Vir Chakra”. Gelar tertinggi di militer India ini hanya
diberikan untuk perbuatan keberanian yang dinilai sangat luar biasa dan
tidak mungkin dilakukan dalam kehidupan normal.
Gelar ini hanya pernah diberikan 21
kali, dan dua sepertiga dari penerimanya gugur untuk menerimanya.
Laporan awal memberitakan Yadav telah gugur, tetapi ternyata mereka
salah karena memperkirakan bahwa tidak ada manusia yang sanggup selamat
dari patah kaki, tangan yg hancur dan 10-15 luka tembakan di badan.
Yogendra “Invincible” Signh Yadrav Vs Rambo:
Yadav menerima jauh lebih banyak peluru
dalam waktu 10 menit daripada Rambo di semua film-filmnya. Dan pada
waktu kejadian, Yadav hanya berumur 19 tahun.
2. Alvin York
Dilahirkan ke sebuah keluarga petani
miskin dari Tennessee, Alvin York menghabiskan sebagian besar masa
mudanya dengan mabuk-mabukan dan berkelahi di bar. Setelah temannya
terbunuh dalam perkelahian, dia bersumpah untuk berhenti mabuk-mabukan
dan menjadi seorang yang anti-kekerasan. Ketika ia menerima panggilan
untuk bertugas tahun 1917, York mencoba untuk menghindar dengan alasan
“conscientious objector/perbedaan kepahaman”. Alasannya ditolak dan York
pun dikirim untuk latihan dasar.
Setahun kemudian, ia adalah salah satu
dari 17 orang yang ditugaskan untuk menjatuhkan sebuah kamp senapan
mesin yang menjaga rel kereta api Jerman dengan cara menyelinap. Misi
penyelinapan mereka digagalkan para penembak yang melihat mereka
mendekat dan mulai menembak, menewaskan 9 dari mereka.
Pasukan-pasukan yang selamat melarikan
diri, meninggalkan York sendirian menerima peluru-peluru dari 32 senapan
mesin besar. Seperti yang dia tulis di buku hariannya,
“I didn’t have time to dodge behind a
tree or dive into the brush, I didn’t even have time to kneel or lie
down. I had no time no how to do nothing but watch them-there German
machine gunners and give them the best I had. Every time I seed a German
I just touched him off. At first I was shooting from a prone position;
that is lying down; just like we often shoot at the targets in the
shooting matches in the mountains of Tennessee; and it was just about
the same distance. But the targets here were bigger. I just couldn’t
miss a German’s head or body at that distance. And I didn’t.”
(Aku tidak sempat untuk menghindar
kebelakang pohon atau meloncat ke dalam semak-semak. Aku bahkan tidak
sempat untuk berlutut atau tiarap. Aku tidak sempat dan tidak tahu untuk
melakukan apapun kecuali melihat orang-orang Jerman dengan senapan
mesinnya dan memberi yang terbaik yang aku bisa. Setiap kali aku melihat
musuh, aku hanya *menjatuhkannya/membuatnya menembak?*. Awalnya aku
hanya menembak dari posisi tiarap; yaitu tiduran; seperti dulu kami
sering menembaki sasaran-sasaran di pertandingan menembak di
gunung-gunung Tennessee; dan jaraknya hampir sama. Tetapi
sasaran-sasaran disini lebih besar. Aku rasa tidak mungkin luput
menembak kepala atau badan musuh dengan jarak ini. Dan aku benar-benar
tidak luput.)
Setelah dia menjatuhkan sekitar 20
musuh, seorang letnan Jerman mengumpulkan 5 anggota untuk mendekatinya
dari samping. York menghabisi kelimanya dengan Colt.45-nya yang hanya
berisikan 8 peluru. “seperti menembak kalkun liar di kampung” katanya
kemudian.
Melihat ini, letnan Paul Jurgen Vollmer
berteriak menanyakan York apakah ia seorang Inggris. Pada perang dunia
pertama, tidak ada yang menanggapi kekuatan bertempur pasukan Amerika,
semua menganggap mereka sebagai pemula. Vollmer mengira York kemungkinan
adalah seorang pahlawan Inggris yang ditugaskan untuk mengajarkan
pasukan Amerika cara berperang yang benar. Ketika York mengatakan bahwa
ia adalah orang Amerika, Vollmer membalas, “Good Lord! If you won’t
shoot any more I will make them give up/ Ya Tuhan! kalau kau berhenti
menembak, aku akan membuat mereka menyerah”
Sepuluh menit kemudian, 133 pasukan
tiba di lokasi sisa-sisa dari batalyon York. Letnan Woods, atasan York
pada awalnya mengira bahwa itu ada serangan balik Jerman sampai ketika
dia melihat York memberi hormat dan mengatakan “Corporal York reports
with prisoners, sir/ Korporal York melapor dengan tawanan, pak” Ketika
atasan yang terkejut itu bertanya berapa banyak, York menjawab “Honest,
Lieutenant, I don’t know / Sejujurnya, letnan, aku tidak tahu”
Alvin “Fool’s Luck” York Vs Rambo:
Mungkin Rambo menghabisi sebagian besar
pasukan Vietnam yang menjaga kamp POW (tahanan perang). Tapi itu 10
tahun setelah perang berakhir. Tidak ada yang mengantisipasi akan ada
seorang jagoan yang menyerbu mereka.
York melakukan aksi jagoannya ketika
perang tengah berlangsung, dan dikepung musuh yang jauh lebih banyak
sama seperti Rambo yang juga dikepung musuh-musuhnya. Dan York adalah
seorang yang anti-kekerasan.
1. Audie Murphy
Ketika Audie Murphy mendaftarkan diri
untuk bergabung ke Marinir di tahun 1942 pada umur 16, dia hanya
berbobot 110 pounds/50 Kg dengan tinggi badan 5’5″/165cm. Mereka
menertawakannya. Jadi dia mendaftarkan dirinya ke Angkatan Udara, dan
juga ditertawakan. Kemudian dia mendaftarkan dirinya ke Angkatan Darat,
dan mereka berpikir tidak ada ruginya menerima orang lebih untuk menjadi
perisai bagi peluru-peluru musuh. Mereka pun menerimanya. Ketika ia
pingsan di tengah latihan, mereka bermaksud memberinya tugas di dapur
tetapi Audie bersikeras ingin bertempur, jadi mereka pun mengirimnya ke
dalam badai pertempuran.
Dalam masa penjajahan Italia,
pangkatnya dinaikkan menjadi korporal karena bakatnya dalam menembak.
Pada waktu yang sama ia juga dijangkiti penyakit malaria, yang ia derita
hampir selama perang berlangsung.
Pada tahun 1944, ia dikirim ke Prancis
bagian utara. Disana ia berhadapan dengan sebuah pasukan senapan mesin
Jerman yang berpura-pura menyerah, dan kemudian menembaki teman baiknya.
Audie mengamuk dan menghabisi semua yang ada di sarang senapan mesin
tersebut, mengunakan senjata-senjata musuh untuk menghabisi setiap musuh
dalam jarak 100 yard/91 meter, termasuk dua sarang senapan mesin dan
beberapa penembak jauh. Dari aksinya ini ia digelari Distinguished
Service Cross, dan dijadikan komandan platon. Permintaan maaf pun datang
dari orang-orang yang selalu memanggilnya “Shorty/Si Pendek”
Setengah tahun kemudian, pasukannya
diberi tugas melindungi Colmar Pocket, sebuah daerah penting di Prancis.
Walaupun yang tersisa dari mereka hanya 19 orang (dari total 128) dan
beberapa tank penghancur M-10.
Pasukan Jerman datang menyerang dengan
pasukan yang besar lengkap dengan tank-tanknya. Karena bala bantuan
tidak akan tiba dalam waktu dekat, Murphy dan pasukannya bersembunyi di
parit perlindungan dan mengirim M-10 mereka untuk mencoba melawan.
Seperti yang diperkirakan, M-10 mereka pun dilumpuhkan pasukan Jerman.
Kemudian Audie dengan malaria-nya
berlari ke salah satu M-10 yang sedang terbakar dengan tanki gas penuh
yang siap meledak setiap saat, menunggangi senapan mesin .50 Cal tank
tersebut dan menembaki semua yang ada dalam penglihatannya.
Dia terus menembak selama hampir 1 jam
sampai akhirnya kehabisan peluru, kemudian berjalan kembali ke
pasukannya yang terkesima oleh aksinya ketika tank M-10 yang ia
tunggangi meledak dibelakangnya. Persis seperti di film-film action.
Mereka memberinya setiap medali yang bisa diberikan, dengan total 33
medali, lima dari Prancis, satu dari Belgia dan sebuah Medal of Honor.
Setelah perang, Audie menderita
Shell-Shock dan diberi obat anti-depresan placidyl. Ketika ia kecanduan
obat tersebut dan disarankan untuk ikut program rehabilitasi, ia menolak
dan mengunci dirinya di dalam kamar motel selama seminggu sampai
akhirnya sembuh. Autobiografi yang ia tulis sendiri berjudul To Hell and
Back/Ke Neraka dan Kembali. Audie Murphy kemudian menjadi aktor
hollywood memainkan dirinya sendiri di film To Hell and Back. Film ini
kemudian menjadi film terlaris dari Universal selama 20 tahun sampai
akhirnya dikalahkan film Jaws.
Audie “Little Big Soldier” Murphy Vs Rambo:
Ketika para produser hollywood ingin
menjadikan biografi Murphy sebuah film yang ia mainkan sendiri. Murphy
ketakutan kalau orang-orang akan mengira ia sengaja membumbui
pengalaman-pengalaman hidupnya untuk membesarkan namanya sendiri. Jadi
ia membuat mereka meninggalkan beberapa bagian dari autobiografinya
supaya filmnya lebih gampang dipercaya oleh penonton.
Bagaimanapun juga perang selalu
menyisakan kehancuran, yang membuat menderita semua pihak, baik itu
pihak yang menang ataupun yang kalah, coba bayangkan bagaimana anak dan
istri mereka dalam bunker tersebut harus kehilangan orang yang
dicintainya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar